KAMPUNG PENELEH
SURABAYA
Pada tanggal 16 Februari 2019 Saya sebagai mahasiswa dari Universitas
Ciputra pergi untuk mengunjungi kawasan kampung Peneleh. Saya sebagai mahasiswa
yang mengambil bidang studi Arsitektur Interior berencana untuk mempelajari sistem
sistem yang ada di daerah perkampungan. Pagi itu pada pukul 09:00 Saya
berkumpul di checkpoint yaitu di Museum bersejarah H.O.S Tjokroaminoto bersama rekan rekan dari Universitas Ciputra
yang sama sama akan belajar mengenai sejarah Kampung Peneleh dan juga mempelajari
bagaimana kehidupan sebuah kampong yang berada di tengah tengah kota.
Baju
Beskard dan Bagian depan Museum H.O.S Tjokroaminoto (Toko Buku)
Sumber: Data Olahan Pribadi
Pagi itu, kami memulai kunjungan kami dengan penjelasan
sejarah mengenai kehidupan pahlawan nasional Indonesia H.O.S Tjokroaminoto, dan
bagaimana pada saat jaman penjajahan yang terjadi di Indonesia rumah dari H.O.S
Tjokroaminoto ini dijadikan kantor dan juga sekaligus menjadi kost-kostan
(Sekarang di jadikan Museum). Kost kostan dirumah H.O.S Tjokroaminoto ini
ditempati oleh para pahlawan nasional Indonesia dan juga presiden pertama
Indonesia yaitu Bung Karno sendiri. Di dalam Museum ini kita dapat melihat
bagaimana bentuk bangunan rumah pada jaman itu dan juga banyak pakaian-pakaian
yang dikenakan oleh H.O.S Tjokroaminoto sendiri, pada ruang tengah dijelaskan
bahwa ruangan tersebut merupakan ruang untuk menjelaskan tentang syarikat
Islam, dan pakaian yang di dpajang merupakan baju Beskard. Baju Beskard
merupakan baju yang sangat sering digunakan oleh H.O.S Tjokroaminoto pada saat
akan mengadakan rapat-rapat atau pertemuan penting, Baju Beskard sendiri bukan merupakan pakaian
tradisional jawa, namun merupakan pakaian Eropa yang dijadikan simbolisasi
untuk persamaan derajat. Pada bagian loteng ada ruangan yang dikatakan bahwa
tempat itu merupakan kamar kost-kostan yang ditempati oleh Bung Karno. Pada jaman
itu terdapat 10 kamar kecil, namun saat ini sekatan ruang diatas sudah
ditiadakan. Bagian belakang Museum merupakan foto-foto profil orang-orang yang
kost dirumah H.O.S Tjokroaminoto dan para pahlawan Nasional yang menjadi rekan
Bung Karno untuk menjadikan bangsa Indonesia merdeka.
Foto Rekan-rekan Bung Karno dan
Toilet pengunjung Modern
Sumber: Data Olahan Pribadi
Ada
sesuatu yang unik dari Museum ini yaitu toilet untuk para pengunjung yang sudah
di modernisasikan bentuk yang classic dan juga menggunakan material dinding
batu marmer.
Lalu beralih ketempat selanjutnya
didalam Museum ini kami naik ke atas Loteng untuk melihat kamar kost-kostan
yang sudah di ubah sekatannya, kami sempat mempelajari beberapa konstruksi dari
atap pada bangunan lama ini.
Foto rangka atap
Sumber: Data Olahan Pribadi
Rangka
atap pada rumah jaman dulu menggunakan atap yang sangat simple dengan
menggunakan anyaman-anyaman bamboo dan juga konstruksi kayu yang melintang
untuk menahan beban dari atas.
Foto Ruang Loteng (Kost Bung
Karno)
Sumber: Data Olahan Pribadi
Pada
foto yang ditampilakn merupakan foto ruang kamar kost Bung Karno saat menempati
kost-kostan di rumah H.O.S Tjokroaminoto ini, ditempat inilah Bung Karno dan
rekan-rekannya belajar untuk bergerak didalam Nasionalisme. Bung Karno sempat
menyebut Surabaya sebagai “Dapur Nasionalisme” karena di kota inilah mereka
mulai bangkit untuk bertumbuh menjadi seorang nasionalis.
Lalu setelah kami
berkeliling untuk mempelajari sejarah dari Museum H.O.S Tjokroaminoto Kami
memulai kunjungan kami untuk mempelajari lebih dalam tentang Kampung Peneleh itu sendiri. Latar Belakang
dari Kampung Peneleh sendiri sebenarkanya dikatakan oleh guide kami nama
Peneleh sendiri sebenarnya adalah dari kata Pineleh yang artinya terpilih yang
pada abad ke 16 ditempati dengan masyarakat tertentu (masyarakat pilihan).
Lalu pertama tama kami memulai dengan
memasuki Gg. Peneleh II.
Dan disini Kami belajar bagaimana
kehidupan kampong itu orang-orang yang ramah dengan tetangganya, hidup rukun
antara sesame, saling menyapa dengan para warga yang ada didalamnya.
Kami berkeliling untuk melihat
bagaimana bentuk-bentuk bangunan yang ada di dalam Kampung Peneleh ini
bagaimana jarak antara ruang didalamnya. Kami juga belajar bagaimana Kota-kota
besar mendapatkan banyak sekali permasalahan yang terutama yaitu banjir,
dikarenakan sebelum pembangunan dilakukan tidak dipikirkan dahulu dampak-dampak
yang akan terjadi, makanya ketika bangunan sudah jadi dampak-dampaknya sudah
tidak dapat dihindari lagi. Lain halnya dengan dikampung, kampong Peneleh ini
jarang sekali banjir hanya di RT RT tertentu karena mereka memiliki sistem
Drynase yang dibentuk sejak jaman penjajahan Belanda, mengapa Belanda mau untuk
membuatkan sistem Drynase yang baik untuk bangsa Kita padahal kita yang
dijajah? Karena bagi orang Belanda
ketika para pribumi tidak dirawar dengan baik hal itu akan menjadi
dampak negatif pada produktifitas orang orang Belanda.
Foto Gg Peneleh II
Sumber: Data Olahan Pribadi
Di dalam kampung peneleh kami juga
mempelajari dan melihat bagaimana bangunan bangunan yang tadinya merupakan
peninggalan Belanda masih ada, gaya gaya arsitekturnya masih memiliki ciri khas
arsitektural Belanda, bangunan ini berdiri ditengah tengah bangunan lain yang
yang sudah banyak disesuaikan dengan unsur-unsur bangsa Indonesia.
Foto rumah warga peninggalan
Belanda
Sumber: Data Olahan Pribadi
Di kampung Peneleh ini banyak juga
orang yang memiliki uang (di kota dapat tinggal di perumahan elit) namun mereka
memilih untuk tetap tinggal didalam kampong Peneleh ini dikarenakan mereka
merasa bahwa hidup didalam kampong lebih nyaman, hubungan antara warga lebih
bisa membangun kehidupan, terbebas dari
banjir, serta untuk tinggal kenyamanan lebih tinggi karena faktor lingkungan.
Kami juga mempelajari rumah jengki yang dibangun paska 1945 tipe rumah rumah
ini memiliki desain yang abstrak dengan warna warna yang disesuaikan dengan
keinginan pemilik rumahnya sehingga warna warna yang digunakan kadang terkesan
unik dan abstrak
Foto Rumah Jengki
Sumber: Data Olahan Pribadi
Orang orang yang berkunjung ke kampong
penelh juga banyak yang mempeljari Soundscape bagaimana suara suara yang mereka
rekam didalam perkampungan (suara burung, suara air,dsb.). Selain itu juga yang
membedakan rumah rumah di dalam kampong dengan rumah di perkotaan adalah dengan
pembangunan pagar, rumah rumah di kampong peneleh tidak menggunakan pagar. Pembangunan
pagar sebenarnya adalah merupakan symbol insecurity dari warga modern.
Lalu setelah itu kami berkunjung ke
makam Nyai Rokaya Cempo yang dikatakan masih berkerabat dengan Sunan Ampel,
yang menarik disini tempatnya yang langsung berada didalam daerah pemukiman warga,
disini saya tidak mencantumkan foto pribadi karena saya memiliki kepercayaan tidak
baik untuk mengambil gambar dari sebuah makam. Selain itu yang menarik untuk
dipelajari dari makam ini adalah bahwa sistem drynase yang dibuat di bawah
makam ini sengaja dibentuk berbelok melewati makam ini dan tidak menembus makam
ini, muncul pertanyaan dari saya kepada guide yang membimbing kami selama di kampong
Peneleh ini yaitu “berarti yang membangun Drynase yang tidak menembus makam
dari Nyai Rokaya Cempo adalah orang Belanda?” jawabanya benar, dari situ saya
berfikir bahwa orang Belanda juga tetap memikirkan peninggalan sejarah dari bangsa Indonesia, walaupun mereka
menjajah kita namun budaya dan sejarah dalam bangsa ini tetap memiliki makna
penting sehingga tetap harus dijaga. Lalu kami berlanjut ke daerah belakang
dari kampong Peneleh yang berbatasan langsung dengan komplek pemakaman De Begraafplaats
Peneleh Surabaya yang menjadi suatu peninggalan bersejarah karena menjadi
tempat peristirahatan terakhir bagi kaum Eropa dan Belanda yang dulu sempat
menjadi penjajah bangsa Indonesia.
Di perbatasan ini sudah dibangun
sebuah tembok yang memisahkan kampong dengan makam, namun pada waktu yang lalu
tidak ada tembok pemisah ini sehingga para warga hidup menjadi satu dengan makam
ini, mereka malah banyak yang menjadikan komplek makam ini sebagai area terbuka
bagi mereka (Urban Space) mereka tidak takut untuk menjalani kehidupan mereka
di makam ini karena bagi mereka isi dari makam ini bukan dari leluhur mereka.
Foto Toilet peninggalan
Belanda di dekat perbatasan makam
Sumber: Data Olahan Pribadi
Lalu setelah kami mengikuti
perbatasan itu kami berkunjung ke sebuah Masjid Peneleh masjid ini merupakan
sebuah masjid yang dibangun oleh Sunan Ampel sebelum Sunan Ampel membuat Masjid
Sunan Ampel yang berlokasi di Jl. Petukangan I, Masjid ini berbentuk sepeti
perahu.
Foto Masjid Peneleh Surabaya
Sumber: Data Olahan Pribadi
Destinasi terakhir kami
adalah komplek makam De Begraafplaats Peneleh, disana kami melihat beberapa
makam orang orang penting dari Eropa berupa makam yang sangat bagus dengan
style yang classic, komplek makam ini juga sangat luas dan sekarang dijaga
dengan baik oleh para pengurus komplek makam ini.
Kesimpulan dari kunjungan
saya hari ini adalah bahwa kekayaan dari setiap pribadi tidak bisa dilihat
hanya dengan bagaimana tempat tinggal mereka, cara berpakaian mereka, namun
pola hidup mereka merupakan sesuatu yang sangat menggambarkan kekayaan mereka,
jika mereka hidup bahagia dengan keadaan sekarang, serba tercukupi, kehidupan
aman di dalam kampong dapat dikatakan bahwa itu sebuah standar kekayaan mereka.
Dari segi arsitektural dan sistem dari perkampungan, kita harus belajar
bagaimana sebelum membangun suatu kawasan kita harus mempelajari terlebih
dahulu untuk menghindari dampak dampak yang akan muncul kedepannya.
Comments
Post a Comment